Bogor The Heritage – Siapkah Kita ?

Bogor the HeritageAndaikata tulisan Bogor The Heritage (baik dengan “of the world” di belakangnya atau tidak)  terpampang di gapura masuk kota Bogor, rasanya akan sangat mengesankan sekali.

Kata “the Heritage” atau Pusaka pasti memberikan efek bagi siapapun yang membacanya. Nuansanya pasti berbeda dengan hanya sekedar tulisan “Welcome to Bogor”.

Mungkin karena itulah banyak kota di dunia, termasuk dari Indonesia berlomba-lomba untuk mendapatkan tempat di daftar “The Wolrd Heritage City” atau “Kota Pusaka Dunia” versi UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization).

Saat ini hanya terdapat 63 kota dalam daftar tersebut yang dirilis sejak tahun 1980. Sayangnya tidak satupun diantaranya berasal dari Indonesia.

Rasanya karena itulah di tahun 2014 yang lalu, orang nomor satu Kotamadya Bogor saat ini mencetuskan targetnya untuk menempatkan Bogor dalam daftar tersebut. Sesuatu yang sebenarnya sudah banyak diutarakan banyak kalangan di kota hujan ini. Bisa terlihat berbagai “gerakan” dari masyarakat yang secara langsung atau tidak langsung menginginkan hal tersebut.

Bogor The Heritage
Gereja Katedral Bogor

Apa keuntungan menjadi sebuah kota yang dianggap sebagai World Heritage?

Banyak ! Dari segi ekonomi (sebuah hal yang paling diincar) , pastinya bila nama kota ini diberi embel-embel menjadi Bogor The Heritage (of the World), pasti akan mengundang wisatawan mancanegara. Devisa akan mengalir masuk dan roda perekonomian akan bergerak dengan cepat.

Di sisi lain, usaha preservasi atau pelestarian berbagai kekayaan budaya berupa situs-situs bersejarah akan terasa lebih ringan. Bantuan dari lembaga dunia berupa tenaga ahli dan dana yang lebih besar akan memperlancar usaha tersebut.

Semuanya pada akhirnya akan membuat kehidupan masyarakat di Bogor lebih baik.

Sebuah impian yang tentu diidamkan bukan hanya oleh pemerintah kota Bogor tetapi juga oleh penduduknya.

——–

lady raffless monument
The view of Lady Raffles Monument in Bogor Botanical Gardens

Tentu saja untuk mencapai “impian” menjadi sebuah kota yang diakui sebagai warisan dunia, jalan yang harus ditempuh sangat panjang dan berat. Deretan panjang kriteria yang harus dipenuhi beserta penilaian yang akan dilakukan para ahli bertaraf internasional akan menjadi tantangan.

Hal itulah sejak tahun 1980, 35 tahun yang lau baru ada 63 kota ditahbiskan menjadi kota pusaka. Hal yang menunjukkan betapa ketatnya untuk pelulusan sebuah tempat.

Belum lagi ratusan kota akan menjadi pesaing dalam memperebutkannya, termasuk kota-kota di Indonesia sendiri.

Sebuah hal yang berat tetapi tidak mustahil. Sudah pasti akan dibutuhkan persiapan, rencana yang matang, penataan, penggalangan dukungan dari semua pihak. Ya semua pihak termasuk di dalamnya masyarakat di kota talas ini. Tidak bisa impian tersebut terwujud tanpa peran serta manusia-manusia yang menjadi penduduknya.

Nah sampai dimanakah langkah menuju ke gelar Bogor the Heritage (of the world)

———

Siapkah kita menjadikan Bogor the heritage (of the world) ?

Bogor the Heritage
Bagian Muka Museum Perjuangan Bogor

Sebelum melangkah ke sesuatu yang lebih rumit dan “njlimet”, tentu sesuatu harus dimulai dari awalnya. Persiapan ! Bila semuanya memang sudah siap maka langkah-langkah ke depannya akan juga baik. Ketidaksiapan sering berujung tidak tercapainya sebuah target.

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada sebuah cuplikan kisah kecil yang terjadi hari Sabtu, 14 Maret 2015. Kisah yang merupakan cuplikan dari sebuah perjalanan keliling rutin dari seorang blogger iseng.

Backgroundnya adalah Museum Perjuangan Bogor di jalan Merdeka. Anda tentu tahu dimana tempatnya.

——-

Pernahkah anda melihat seorang pria menangis di hadapan seseorang yang baru saja dikenalnya? Tentu anda pernah melihat seorang laki-laki menangis tetapi akan sangat jarang anda melihatnya tersedu di depan orang lain yang baru saja dikenalnya.

Seorang pria berusia sebaya dengan saya menangis dalam artian harfiah. Wajahnya memerah, mata berkaca-kaca dan akhir tetesan airmata terlihat mengalir.

museum perjuangan bogor dalam gambar
Atap yang bocor di Museum Perjuangan Bogor

Pria tersebut yang saya duga sebagai petugas pengelola atau kurator museum yang berdiri tahun 1957 melakukan hal yang rasanya “pamtang” dilakukan seorang laki-laki.

Ia tidak serta merta menangis. Pada saat pertama kali, ia membantu menjelaskan mengenai apa yang ada di museum ini. Dengan bersemangat , berbagai hal yang berkaitan dengan koleksi benda-benda bersejarah yang ada disana dipaparkan. Foto ini siapa, senjata ini pernah dipakai oleh Mayor Oking dan lain sebagainya diuraikan dengan jelas.

Tidak terlihat tanda-tanda bahwa kemudian airmata akan mengalir keluar.

Hanya kemudian secara tak terduga, roman wajahnya berubah ketika ia menceritakan kebingungan dan rasa frustasinya terhadap masa depan museum ini. Kesulitannya untuk mengumpulkan dana untuk membayar gaji resepsionis yang sudah di bawah UMR. Belum lagi mengenai upah bagi beberapa orang petugas lainnya yang sering tertunggak.

Yang paling membuatnya risau adalah mengenai benda-benda bersejarah yang ada disini. Diperlihatkannya berbagai foto dan dokumen masa lalu di Bogor yang seharusnya dipamerkan, tetapi terpaksa harus hanya ditumpuk bak koran bekas karena ketiadaan alat dan dana.

Ditunjukannya pula beberapa bolong di langit-langit museum yang menandakan kurangnya perawatan. Ketika hujan turun seringkali air merembes ke bagian dalam. Sesuatu yang sebenarnya berbahaya terutama bagi benda-benda bersejarah berbentuk kertas.

museum perjuangan bogor dalam gambar
Atap Bocor di sebuah ruang di Museum Perjuangan Bogor

Kekhawatirannya terhadap benda-benda yang menyimpan potongan-potongan sejarah kota Bogor akan semakin tidak terawat terlihat jelas dalam ucapan-ucapannya.

Semua tak terasa mengalir diutarakan pada saya, seseorang yang baru saja masuk museum ini. Mendekati akhir pembicaraan, pada saat itulah terlihat usahanya menahan diri agar tidak menangis. Meskipun demikian usaha kerasnya menahan diri tidak mampu membendung airmata dan mimik wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang menangis.

 ——–

Maafkan saya kalau menulis terlalu panjang lebar tentang seorang pria yang menangis.

Mungkin bukan sebuah hal yang penting bagi banyak orang. Hanya saja justru dari sinilah terlihat beberapa hal yang memberikan jawaban tentang kesiapan Bogor , pemerintah dan masyarakatnya dalam kaitan dengan “menjadikan Bogor The Heritage of the world”.

Mengapa bisa demikian ? Museum adalah sebuah tempat khusus untuk menyimpan benda-benda “bersejarah” dari sebuah masyarakat, kota, bangsa, suku. Bukan hanya benda yang disimpan di sebuah museum tetapi juga bagian-bagian dari perjalanan sejarah.

Sementara kata heritage atau pusaka tidak akan pernah bisa terlepas dari unsur yang namanya sejarah. Tidak ada sebuah benda yang tiba-tiba menjadi pusaka tanpa ada cerita dan kisah yang terbawa beserta dirinya.

Sejarah adalah salah satu poin yang ada dalam kriteria menjadikan sebuah kota sebagai kota pusaka dunia.

Bogor The Heritage
Foto lama di Museum Perjuangan Bogor

Apa yang terlihat dalam kisah pria menangis ini?

Dari dua sisi pemeran dalam persiapan menuju Bogor the Heritage (of the World) yaitu pemerintah dan masyarakat, maka akan terlhat dua hal yaitu

Peran serta pemerintah

Museum bukanlah sebuah tempat untuk menyimpan benda hanya karena dilabeli “tua”.  Tidak semua benda tua harus dimasukkan museem. Hanya benda-benda yang memiliki nilai khusus akan diberikan tempat di sebuah museum.

Dari sisi lain museum adalah tempat dimana sebagian jati diri sebuah masyarakat tersimpan. Di tempat inilah bisa terlihat asal muasal, cuplikan kisah dan perjalanan kelompok manusia dalam hidup bermasyarakat. Tentu saja dari satu sisi tertentu.

Pelestarian benda-benda bersejarah bisa dikatakan sebagai usaha manusia agar tidak tercerabut dari akarnya.

Itulah fungsi penting dari keberadaan sebuah museum dalam masyarakat.

Petugas pengelola Museum Perjuangan Bogor menceritakan bahwa sang walikota Bogor pernah berkunjung. Ia dianjurkan untuk membuat proposal untuk meminta bantuan pemerintah.

museum perjuangan bogor dalam gambar
Koran Pertama (?) di Bogor yang hanya tertumpuk di rak

Keluhannya ternyata hingga kini belum ada tanda-tanda akan terealisasi. Padahal dana yang diajukan tidak besar untuk menutupi operasional museum. Angka yang diberikan berkisar antara 5-20 juta/bulan. Mahal ? Tidak akan sebesar gaji dan fasilitas yang harus diberikan pada seorang pegawai Eselondi kotamadya Bogor.

Sebuah hal yang sebenarnya ironis. Ketika target dan slogan Bogor the Heritage dikumandangkan dengan lantang, tetapi permintaan bantuan untuk sebuah usaha pelestarian sejarah tidak segera diwujudkan.

Padahal semakin lama uluran tangan tidak turun, semakin besar kemungkinan rusaknya artefak-artefak sejarah perjuangan kemerdekaan di Bogor.

Peran serta masyarakat

Perlukah diadakan gerakan ala netizen yang sedang populer dewasa ini dengan mengeluarkan hashtag . Usaha yang pernah dilakukan untuk menyelamatkan pagar istana (#savepagaristanabogor). Perlukah dikeluarkan hashtag “#savemuseumperjuanganbogor” ?

Mungkin bukan perlu atau tidak. Tindakan sporadis sering berhasil membawa kebaikan tetapi sering pula hanya sesaat. Biasanyai gerakan tersebut akan padam dengan sendirinya tidak lama berselang.

Hal tersebut sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Yang dibutuhkan dalam sebuah usaha pelestarian sejarah adalah  konsistensi dan keberlanjutan. Oleh karena itulah kata yang dipakai adalah “pelestarian” sebuah kata yang mengacu pada arti terus-menerus.

museum perjuangan bogor dalam gambar
Tumpukan foto sejarah Bogor tertumpuk bersama buku tanpa perawatan

Bagaimana menjaga kelestarian ? Kuncinya hanya satu membangun kesadaran. Dalam hal yang berkaitan dengan Museum Perjuangan Bogor, inti dasarnya adalah kesadaran dan keterikatan masyarakat terhadap sejarah tentang kotanya dan masyarakatnya.

Sampai dimanakah rasa keterikatan masyarakat Bogor dengan sejarah kotanya sendiri  sebenarnya terangkum dalam dua buah pertanyaan di bawah ini.

  1. Berapa kali anda ke mall atau pusat perbelanjaan dalam satu bulan?
  2. Berapa kali anda ke museum dalam satu tahun?

Jawabnya tentu anda sudah tahu mana yang lebih banyak dilakukan. Padahal tarif masuk Museum Perjuangan Bogor hanya sebesar Rp. 4000/orang. Tarif masuknya tidak lebih mahal dari harga sebotol Teh Botol dan lebih murah dari ongkos parkir di Botani Square selama dua jam.

Pada hari Sabtu tersebut, selama 1 jam berada disana, saya menghitung seorang bapak beserta anaknya. Keduanya datang berkaitan dengan tugas dari sekolah. Tak lama seorang bapak tua, dari pakaiannya, saya duga seorang legiun veteran dan terakhir seorang ibu tua berjalan memasuki museum. Total 5 orang termasuk saya dalam waktu 1 jam.

Padahal itu hari Sabtu dimana sebagian warga Bogor sedang libur. Gedung di depannya yaitu PGB Bogor walaupun belum semua toko sudah buka sudah lebih ramai dibandingkan di museum sendiri.

Bila dibanding dengan kebiasaan masyarakat di negara maju seperti Amerika Serikat. Data yang ada akan menunjukkan betapa jauhnya selisih tingkat kesadaran kita akan sejarah dengan mereka.

museum perjuangan bogor dalam gambar
Foto sejarah di Museum Perjuangan Bogor

Anda tahu berapa kali warga Amerika Serikat berkunjung ke museum dalam setahun ? Jumlah kunjungan ke museum di seluruh negara adidaya tersebut adalah 850 juta kali. Angka yang menunjukkan ratio 1:3 dengan jumlah penduduk (termasuk bayi dan balita). Belum termasuk lebih dari 500 juta kali kunjungan ke museum online. (Lihat data di American Alliance of Museums)

Dengan kunjungan yang sebegitu banyak bahkan tanpa bantuan dana pemerintah tentu museum dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan cuplikan-cuplikan sejarah dengan baik. Tidak perlu “mengemis” untuk menjalankan tugasnya dalam masyarakat.

Sisi lainnya, jumlah tersebut menunjukkan keterikatan masyarakat disana terhadap akar diri mereka. Keingintahuan darimana mereka berasal , sejarah dan lain-lainnya tercermin jelas. Bahkan untuk sebuah hal kecil , yaitu botol, terdapat sebuah museum khusus disana.

Kalau saja 1 juta warga kota Bogor memiliki kesadaran sejarah yang sama, maka masalah dana operasional Museum Perjuangan Bogor akan terpecahkan dengan sendirinya.

Hitungan sederhananya adalah bila 1 warga Bogor pergi ke Museum Perjuangan 1 X dalam satu tahun , maka akan ada dana Rp. 4 Milyar yang tentu akan cukup untuk mendanai berbagai kegiatan museum. Tidak perlu lagi pengelola meminta kepada pemerintah.

Disisi lainnya, kesadaran terhadap sejarah akan tertanam kepada semua orang terutama generasi anak dan cucu kita.

——–

Maaf kalau terlalu panjang.

Sebagai penutup sepenggal cerita ini apa yang saya temui dalam kehidupan saya di Bogor. Saya ajukan dengan kepada anda pembaca sebagai pandangan dan masukan untuk menjawab pertanyaan yang sudah disampaikan di awal “Siapkah Bogor, kita menjadi sebuah Heritage of the World?” . Sudah pantaskah kita menyandang gelar Bogor The Heritage?”

Andalah yang berhak dan bisa menjawabnya.

Mari Berbagi

1 thought on “Bogor The Heritage – Siapkah Kita ?”

  1. Beautiful place indeed.

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.