Komunitas Kasundaan : Berjuang Mempertahankan Warisan

Ada sebuah pemandangan menarik ketika menghadiri even Donor Darah Paguyuban Pecinta Bogor (Papebo), 6 Maret 2016 yang lalu.

Kehadiran beberapa orang dalam balutan pakaian ala Sunda tradisional, hitam-hitam, lengkap dengan ikat kepala mau tidak mau membuat mata melirik. Tentu saja, akhirnya arah lensa kamera tertuju pada sosok-sosok tersebut.

Mungkin kalau hari itu adalah hari Rabu, maka penampakan mereka tidak akan menjadi terlalu menyolok mata. Hal itu karena adanya “Rebo Nyunda” alias Rabu adalah hari dimana semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Bogor diwajibkan memakai pakaian tradisional Sunda.

(Silakan simak : Rebi Nyunda : Usaha Melestarikan Budaya Sunda)

Enam Maret 2016 adalah hari Minggu. Tidak ada kewajiban bagi para PNS untuk memakai pakaian adat Sunda tersebut. Lagipula, hari Minggu adalah hari libur dan sudah pasti kantor-kantor pemerintah tutup. Tidak ada PNS yang berkeliaran.

Lalu siapakah mereka?

Komunitas Kasundaan - Ki Tapak
Donor Darah Papebo 2016

Sosok-sosok ini ternyata adalah warga Bogor.

Memang banyak warga Bogor, terutama yang berasal dari suku Sunda merasa sangat khawatir terhadap perkembangan di Kota Hujan ini. Terutama dalam hal yang berkaitan dengan eksistensi budaya Sunda yang semakin tergerus oleh hadirnya budaya modern.

Banyak dari mereka memutuskan untuk konsisten untuk berusaha mempertahankan kebudayaan asli nenek moyang masyarakat Bogor, yaitu kebudayaan Sunda.

Sebagian dari mereka juga kemudian membentuk komunitas Kasundaan. Komunitas ini bukan hanya berusaha memperkenalkan apa yang dipakai masyarakat Sunda di masa lalu. Lebih jauh lagi mereka mencoba untuk memperkenalkan, pada masyarakat yang sudah tenggelam dalam budaya kekinian , sebuah cara hidup yang dilakukan oleh masyarakat terdahulu di Kota Hujan.

Salah satu komunitas Kasundaan yang menyempatkan hadir dalam acara Donor Darah Papebo 2016 Untuk Penderita Thalasemia itu, adalah Komunitas Ki Tapak. Selain itu beberapa warga

Oleh karena itu, walauoun tidak ada keharusan untuk mempergunakan pakaian Sunda tradisional di even tersebut, juga sebagian dari mereka bukanlah pegawai negeri sipil, mereka tetap mengenakannya.

Komunitas Kasundaan Bogor

Ada rasa senang tersendiri melihat penampilan mereka.

Berbeda. Sangat Berbeda.

Rasanya ada sebuah kegembiraan tersendiri melihat sesuatu yang “seperti itu” hadir. Kata “seperti itu” dalam artian, spesial.

Tidak mengherankan kalau setiap Rabu melihat pemandangan seperti itu karena PNS “diwajibkan” alias “dipaksa” untuk mengenakannya. Sedangkan apa yang dilakukan warga Bogor ini adalah sukarela, tanpa paksaan.

Apalagi di tengah masyarakat yang sedang justru mendewakan kebudayaan asing, entah dari Barat atau Timur atau Selatan, melihat sesuatu yang orisinil dari tanah Pasundan ini membuatnya justru memberikan nuansa tersendiri.

Ada pula rasa kagum tentang apa yang mereka lakukan. Butuh keberanian tersendiri untuk tampil dalam balutan sesuatu yang bisa dikata tidak ngetop, kuno, ketinggalan zaman.Besar kemungkinan mereka akan dianggap sebagai orang aneh dan mencari sensasi.

Itulah mengapa saya harus mengacungkan 4 jempol untuk mereka.

Komunitas Kasundaan Bogor

Maybe. Perhaps. Mungkin, tidak akan ada banyak efek dari kehadiran mereka dalam acara ini untuk merubah pola pandang masyarakat Bogor.

Hanya dan hanya, ada sedikit harapan. (Yah, memang saya bukan orang Sunda tulen, 100%. Tetapi, dalam darah saya mengalir 50% darah Sunda dan 38 tahun hidup saya dihabiskan di kota yang dibentuk masyarakat Sunda).

Harapan, bahwa suatu waktu rakyat Bogor mau membuka mata lebih lebar terhadap sesuatu yang merupakan cikal bakal adanya Bogor. Kemudian, mereka mau sedikit mengalihkan pandangan dari kekinian yang sedang mereka nikmati untuk membantu agar peninggalan dari nenek moyang dahulu bisa terus bertahan.

Para anggota Komunitas Kasundaan dan juga warga Bogor yang hadir dengan kostum Sunda Tradisional itu memang memberikan harapan itu.

Paling tidak, masih ada sebagian, walau kecil, masyarakat yang sedang berupaya melestarikannya.

Paling tidak ada pejuang kebudayaan yang tanpa dipaksa bersedia memperkenalkannya kepada khalayak.

Komunitas Ki Tapak Bogor

Semoga hal tersebut membangkitkan kesadaran pada anggota masyarakat yang lain untuk ikut serta.

Semoga.

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.