Membiasakan Yang Benar VS Membenarkan Yang Biasa

Hampir 150 Like di 4 Komunitas Bogor di Facebook didapatkan untuk foto berjudul “Membiasakan Yang Benar Dan Bukan Membenarkan Yang Biasa” ini.  Lebih dari 20 komentar juga ditambatkan pada kolom komentar di bawah foto yang diambil di Jalan Juanda Bogor ini.

Bangga?

Tidak. Tidak sedikitpun. Karena, saya sadar bahwa “Like” tersebut bukanlah hasil dari keindahan komposisi warna foto. Bukan pula karena tehnik fotografi yang mumpuni. Like yang didapat bukanlah karena kekaguman skill individu pemegang kamera.

Bahkan, kalau para master fotografi melihat foto ini, kemudian diminta menilai hal tersebut, maka yang ada bukan hanya hujan kritik. Bisa jadi yang diberikan adalah cemoohan.

Sama sekali bukan itu.

Yang membuat foto ini mendapatkan cukup banyak “Like” adalah tema yang dikandungnya. Temanya juga sebenarnya tidak spesial karena pemandangan seperti ini adalah sesuatu yang sudah dianggap “biasa”.

Penumpang menyetop angkot di tengah jalan di depan sebuah mobil polisi. Tidak ada yang aneh kan? Semuanya biasa saja. Anda pun pasti sering menyaksikan hal tersebut.

Mengapa sesuatu yang biasa bisa mendapat “perhatian”? Karena beberapa hal di bawah ini.

  • Menyetop angkot di tengah jalan jelas melanggar peraturan
  • Menaikkan penumpang dilarang oleh hukum
  • Keberadaan penegak hukum (kalau ada mobil polisi, tentu sang polisi tidak berada jauh dari tempat tersebut) tidak membuat khawatir pelaku

Meskipun tahu bahwa ada aturan yang dilanggar, penumpang angkot tetap saja melakukannya karena mereka melihat bahwa semua orang juga bertindak serupa.

Supir angkot tidak merasa bersalah karena memang sudah biasa angkot akan berhenti dimana saja untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Keduanya tindakan yang ‘salah’ tetapi dianggap sudah biasa sehingga akhirnya menjadi sebuah ‘kebenaran’ karena banyak orang melakukannya.

Disinilah yang disebut MEMBENARKAN YANG BIASA dilakukan, meskipun SALAH tetapi “dianggap” BENAR”.

Parahnya lagi, para penegak hukum yang berwenang melakukan upaya pemaksaan dan hukuman, juga terinfeksi hal yang sama. Mereka tidak menganggap kedua hal tersebut itu salah. Jadi dibiarkan saja semua seperti apa adanya.

Padahal tidak jauh dari lokasi foto diambil, terdapat sebuah halte. Begitu pula untuk menunggu angkot berhenti di pinggir jalan tidak akan memakan waktu 5 menit, satu menit saja tidak.

Mereka semua bisa melakukan yang benar tetapi tidak mereka lakukan.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk supir angkot meminggirkan kendaraan, tidak butuh berjalan kaki lama bagi penumpang menuju halte, dan yang pasti tidak akan butuh tenaga banyak bagi pak polisi menegur mereka.

Kesemuanya tidak terjadi.

Padahal dengan melakukan hal tersebut, maka bisa terbentuk sebuah kebiasaan baru, yaitu “Membiasakan Yang Benar”, sesuai aturan dan hukum. Sebuah hal kecil yang bisa mengurangi kesemrawutan kota termacet Indonesia 2014 ini.

Sayangnya, dalam kasus kecil MEMBIASAKAN YANG BENAR VS MEMBENARKAN YANG BIASA kali ini, yang pertama masih kalah mutlak dan telak. Sangat telak.

Itulah salah satu alasan mengapa Bogor masih terlihat semrawut, terutama lalu lintasnya. Semua penghuninya masih belum bisa ‘membiasakan yang benar’.

Alasan itu juga yang membuat foto tersebut mendapat “Like”. Banyak warga Bogor yang mulai gerah dengan tingkah laku seperti ini. Foto ini seperti menyentil kesebalan dan ketidaksetujuan mereka terhadap tindakan seperti itu.

Paling tidak 150 orang Bogor menyadari hal seperti ini tidak boleh terus dibiasakan.

Sesuatu yang setidaknya sedikit membesarkan hati bagi mereka yang ingin Bogor yang lebih baik.

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.