Tata tertib atau peraturan dilahirkan untuk menjamin keteraturan di dalam masyarakat dan untuk memastikan tidak ada gesekan dalam inetraksi antar anggotanya.
Tetapi, hal itu bukan berarti peraturan tidak bisa diubah. Bagaimanapun, peraturan adalah buatan manusia yang harus menyesuaikan dengan situasi di lapangan. Jika memang tidak bisa berjalan dengan baik, sudah sepatutnya harus dilakukan perubahan dan revisi.
Setidaknya untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum terus menerus.
Begitu pula dengan peraturan dalam bentuk Tata Tertib Car Free Day Bogor di Jalan Sudirman.
Jelas sekali ada beberapa hal dalam tata tertib tersebut yang sulit diwujudkan dan justru akan berbentrokan dengan apa yang ada di kenyataan.
Tata Tertib Car Free Day atau Kawasan Tanpa Kendaraan Bermotor Bogor menyebutkan :
- Car Free Day dilaksanakan setiap hari Minggu dengan dilakukan penutupan jalan (Jalan Sudirman) mulai pukul 06.00 hingga pukul 09.00
- Kendaraan bermotor baik roda dua, roda empat atau lebih dilarang memasuki kawasan Car Free Day
- Pedagang tidak diperbolehkan melakukan aktivitas perdagangan di badan jalan, trotoar, dan taman di kawasan Car Free Day
- Barang yang dijual hanya makanan dan minuman di dalam persil rumah atau pertokoan dengan ijin pemiliknya
- Becak dan delman tidak diperbolehkan memasuki kawasan Car Free Day
- Masyarakat dilarang membuang sampah sembarangan di kawasan Car Free Day
- Masyarakat harus menjaga kebersihan dan ketertiban di kawasan Car Free Day
- Masyarakat dilarang kerasa membawa senjata tajam dan minuman keras
- Tingkat kebisingan dari suara musik dan radio tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan
Paling tidak itulah yang tertulis di sebuah lembar tata tertib Car Free Day yang terpampang di salah satu sudut Jalan Sudirman. Kondisi lembar tata tertib sendiri sudah memprihatinkan, robek disana sini. (Sayang juga kenapa lembar berisi peraturan seperti ini dibuat di atas bahan yang mudah robek)
Lembar ini mendapat support dari berbagai institusi dan juga komunitas di Kota Bogor.
Seharusnya harus bisa diterapkan.
Sayangnya kenyataannya tidak demikian.
Dua pasal yang ada dalam Tata Tertib Car Free Day Bogor sudah sama sekali tidak berjalan. Kedua pasal itu adalah pasal 3 dan 4 tentang tata cara berdagang di acara mingguan ini.
Kenyataan di lapangan, badan jalan, trotoar, taman, pun dijadikan lahan perdagangan. Yang dijual pun bukan sekedar makanan dan muniman saja, ada baju, mainan, dan tidak jarang dipergunakan delaer motor untuk menjajakan dagangannya.
Peraturan itu sepertinya dibuat dengan idealisme agar masyarakat bisa menikmati beberapa jam udara sejuk dan berolahraga. Faktanya Car Free Day Bogor sendiri sudah berubah bentuk dan tujuan awalnya sudah jelas tidak tercapai.
Lebih mirip pasar kaget. Memang, masih ada yang memanfaatkannya untuk bersepeda dan berlari pagi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan mereka yang sekedar berjalan-jalan, jajan, dan berbelanja.
Bisa dikata tujuan awal Kawasan Tanpa Kendaraan Bermotor sendiri sudah tidak terlihat. Bentuknya sudah berubah.
Untuk itulah sudah seharusnya tata tertib-nya sendiri direvisi dan disesuaikan dengan kenyataan. Bukan sebuah masalah kalau ternyata bentuk yang diinginkan tidak tercapai. Tidak perlu malu.
Bagaimanapun inilah Kota Bogor dan masyarakatnya. Jika, masyarakatnya memang menghendaki ajang Car Free Day seperti ini, bak pasar kaget, so be it. Tidak masalah.
Toh, masyarakat kota hujan ini terlihat juga menikmatinya. Kecuali beberapa yang koar-koar di medsos, mayoritas yang berada di sana tidak peduli dan bahkan menikmati suasana riuh rendah bak pasar ini.
Lalu mengapa harus malu.
Cuma, karena peraturan tata tertibnya masih ada, maka berarti setiap hari Minggu ada pelanggaran aturan terus menerus. Hal ini berbahaya dari sisi penegakkan hukum dan aturan.
Untuk itulah, setidaknya dua pasal dalam Tata Tertib Car Free Day yang ada sekarang harus direvisi dan dirubah. Daripada dilanggar terus menerus, lebih baik ditiadakan saja.
Betul kan.