
Kenapa Cerita Kuno Harus Pakai Bahasa Ibu?
Pernahkah kamu mencoba membaca terjemahan legenda lokal ke dalam Bahasa Indonesia? Rasanya teu ngareunah (tidak enak), ya? Ada aura magis dan kedalaman filosofis yang seolah hilang. Inilah mengapa Legenda Lokal Bogor, yang kaya akan kisah Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi, dan tempat-tempat keramat, hanya bisa dipahami secara utuh ketika disampaikan dalam Bahasa Sunda asli.
Bahasa Sunda, terutama yang berakar pada dialek Bogor Kuno, mengandung kosakata dan struktur kalimat yang sangat spesifik untuk menggambarkan konsep-konsep mistis, spiritual, dan hubungan manusia dengan alam. Konsep-konsep ini sulit dicari padanannya di bahasa lain.
Menguak Filosofi di Balik Kisah Legendaris
Mari kita lihat beberapa legenda Bogor yang menunjukkan betapa pentingnya Bahasa Sunda.
1. Misteri Gunung Salak: Sasakala dan Karuhun
Gunung Salak yang menjulang gagah adalah salah satu pusat spiritual di Bogor. Kisah-kisah seputar gunung ini sering menyebutkan istilah Sasakala (asal-usul) dan Karuhun (leluhur/pendahulu).
- Karuhun: Dalam Bahasa Sunda, ini bukan sekadar ‘nenek moyang’. Karuhun membawa makna penghormatan yang mendalam, merujuk pada roh leluhur yang diyakini masih menjaga dan memberi petunjuk. Kata ini punya bobot spiritual yang kuat. Jika diterjemahkan sebagai ‘nenek moyang’, filosofi hormat dan sakralnya hilang.
- Tempat Pamujaan: Banyak legenda menyebutkan tempat-tempat di Salak sebagai pamujaan (tempat pemujaan).Kata ini melukiskan suasana yang sunyi, sakral, dan penuh ritual, yang berbeda dari sekadar ‘tempat ibadah’.
2. Kujang: Bukan Sekadar Senjata
Kujang, senjata tradisional Sunda, sangat identik dengan Bogor sebagai ibukota Pajajaran. Legenda Kujang sarat dengan Bahasa Sunda. Deskripsi Kujang sering menggunakan istilah seperti:
- Pancer (inti, pusat, atau sumbu)
- Sipat (karakteristik atau sifat)
- Bilik (bilah)
Membaca deskripsi Kujang dalam Bahasa Sunda memberikan pemahaman bahwa Kujang adalah simbol falsafah hidup Urang Sunda—sebuah perwujudan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan—bukan hanya sepotong logam tajam.Kekuatan makna ini terletak pada ketepatan kosakata Sunda.
Nama Tempat Penuh Harti (Makna)
Legenda seringkali berhubungan erat dengan asal-usul nama tempat. Seperti yang dibahas sebelumnya, banyak nama tempat di Bogor yang berakar pada Sunda Kuno.
- Situ Gede: Kata Situ berarti ‘danau’. Namun, dalam konteks legenda, Situ seringkali dikaitkan dengan tempat meditasi atau pemandian raja. Legenda seputar Situ Gede, seperti mitos ikan mas raksasa, dibumbui dengan kosa kata yang menggambarkan kedamaian (tumaninah) dan kesuburan (subur makmur).
Gaya Basa (Gaya Bahasa) yang Mengikat
Cara bercerita Urang Sunda (disebut Ménak Sastra) juga khas. Legenda sering diceritakan dengan irama yang mendayu,penggunaan perumpamaan (babasan) dan metafora (paribasa) yang mendalam.
- Contoh: Untuk menggambarkan kesaktian, digunakan frasa seperti “Sakti Mandraguna” atau “Lindeuk di juru, lindeuk di tengah, lindeuk di sisi” (yang artinya ‘berdiam diri di berbagai tempat, merujuk pada sosok yang bijaksana dan mengayomi’).
Gaya bercerita ini menciptakan suasana yang membuat pendengar merasa terlibat, seolah-olah mereka adalah bagian dari zaman Prabu Siliwangi. Itulah kenapa mendengarkan legenda langsung dari juru pantun (penutur kisah tradisional) dalam Bahasa Sunda adalah pengalaman yang tak tergantikan.
Jaga Bahasa, Jaga Legenda!
Kekayaan legenda lokal adalah identitas kita. Jika bahasanya hilang, maka roh cerita-cerita adiluhung ini juga akan ikut menghilang. Menguasai Bahasa Sunda berarti membuka kunci menuju harta karun sejarah dan filosofi yang diwariskan oleh karuhun kita.
Waktunya Ngamumulé (Melestarikan)!
Dulur, jangan malas belajar Bahasa Sunda! Jika kamu penasaran dengan legenda Bogor, tanyakan pada kakek-nenek atau guru bahasa Sundamu. Bacalah naskah-naskah kuno (jika ada) dan cobalah pahami makna filosofisnya. Dengan menguasai bahasanya, kamu akan menjadi penjaga cerita luhur ini. Hayu atuh, urang janten panata (pengatur) basa sareng carita di Tatar Sunda!