Ada dua berita yang menarik perhatian publik Kota Hujan pada libur Lebaran tahun 2015 ini. Kedua berita tersebut justru tidak berkaitan dengan aktifitas makan ketupat atau hal-hal lain yang berkaitan dengan Hari Raya Umat Islam tersebut.
Berita pertama berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Kota Bogor dan satunya lagi berkaitan dengan sebuah kejadian di tempat wisata di Kabupaten Bogor.
Topik yang pertama adalah yang paling menyita perhatian.
Berita apakah yang begitu menarik perhatian warga Bogor? Mungkin mengherankan bagi tetapi topik tersebut adalah tentang “PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR ANYAR”.
Satu hari menjelang Hari Raya Lebaran tahun ini, Pemda Kota Bogor melakukan tindakan dengan, bahasa halusnya, “menertibkan” pedagang-pedagang kaki lima di kawasan pasar tertua nomor dua di Bogor tersebut.
Kata penertiban memang merupakan bentuk euphimisme dari apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Pada kenyataannya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Bogor adalah menggusur dan meruntuhkan berbagai bangunan yang selama ini menguasai dan memakan lahan yang tidak seharusnya dipergunakan untuk berdagang.
Area yang dijadikan sasaran penertiban mulai dari ujung Jalan Sawojajar, Jalan Dewi Sartika dan Jalan MA Salmun di sekitar Pasar Anyar yang sudah berganti nama menjadi Pasar Kebon kembang.
Perhatikan bedanya antara suasana sebelum penertiban pedagang kaki lima dan sesudahnya dengan melihat foto-foto dalam tulisan ini. Foto paling atas adalah foto sesudah Satpol PP melakukan tindakan dan yang di bawah ini adalah suasana 5 bulan sebelumnya.
Mengapa Penertiban Pedagang Kaki Lima di Pasar Anyar menarik perhatian warga Bogor?
Akan terasa mengherankan mengapa hal seperti itu menjadi bahan perbincangan warga Bogor pada saat liburan. Kalau itu yang Anda rasakan berarti Anda bukan warga Bogor.
Kok bisa begitu? Ya, karena hampir semua warga Bogor tahu bahwa apa yang ada di Pasar Anyar adalah sebuah medan perang yang sulit ditaklukkan. Walikota Bogor sudah berganti berulangkali tetapi masalah kesemrawutan di pasar tradisional ini seperti tidak pernah tersentuh. Para pemimpin kota ini seperti tidak memiliki daya untuk merubah situasi dan kondisinya.
Bahkan beberapa tahun belakangan justru situasinya semakin parah, seperti yang sudah ditulis dalam tulisan terdahulu berjudul Pasar Anyar – si tua penuh masalah.
Oleh karena itulah apa yang terjaid menjelang Hari Raya Idul Fitri tersebut mendapat perhatian luas dari masyarakat Kota Bogor. Sang walikota Bogor saat ini, Bima Arya seperti mengumandangkan genderang pertanda perang dimulai.
Ada-ada saja istilahnya? Kok bisa disamakan dengan perang? Bukankah dengan penertiban pedagang kaki lima tersebut berarti masalah kesemrawutan akan segera terpecahkan?
Ya, karena kenyataan selama ini, penertiban seperti ini sudah beberapa kali dilakukan di masa pemerintahan walikota sebelumnya. Apa yang dilakukan sang lulusan SMA Negeri 1 Bogor tersebut bukanlah sebuah hal baru. Tindakan tersebut sudah pernah diterapkan pada masa para pendahulunya.
Yang terjadi kemudian biasanya adalah para pedagang akan mulai kucing-kucingan untuk berdagang lagi di luar area pasar. Perlahan bak seorang gerilyawan mereka akan mulai membuka lapak. Akhirnya, mirip dengan apa yang terjadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta, mereka akan kembali menguasai wilayah yang terkena penertiban. Lalu, semua akan kembali seperti biasa.
Itulah yang terjadi selama beberapa tahun di area pasar ini. Pola yang sama berulang. Bahkan, 3 hari setelah Lebaran usai, hal tersebut mulai terlihat lagi. Pedagang mulai menggelar lapak di badan jalan. Begitu pula parkir liar yang mulai membuka lapak.
Gejala yang sama seperti yang terjadi di masa sebelumnya.
Tanggapan warga Bogor terhadap Penertiban Pedagang Kaki Lima di Pasar Anyar
Bagaimana tanggapan warga Bogor tentang Penertiban Pedagang Kaki Lima di Pasar Anyary? Tidak bisa disebut beragam. Mayoritas sangat mendukung apa yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah tersebut.
Hal tersebut bisa terlihat dari beberapa komunitas Bogor di dunia maya seperti Bogor Heritage, Paguyuban Pecinta Bogor dan lain sebagainya. Respon positif terdengar dari anggota member. Meskipun demikian tidak terhindarkan adanya kesan pesimis terdengar dari cukup banyak member pada komunitas-komunitas tersebut.
Alasannya karena hal tersebut sudah berulangkali terjadi dan hingga kini, pasar tradisional yang bersejarah tersebut masih terlalu digdaya. Walikota Bogor sudah berganti berulangkali, tetapi kondisi semrawut disana masih belum terpecahkan. Langkah awal ini sudah pernah dilihat oleh warga Bogor beberapa kali dan hasilnya masih tetap nihil.
Jadi bisa dikata tanggapan warga Bogor seperti sebuah acara televisi, HARAP-HARAP CEMAS. Mereka berharap agar kejadian yang sama tidak terulang, tetapi disisi yang lain, mereka menyadari, dari pengalaman sebelumnya, tingkat kesulitan dalam menyelesaikan masalah ini adalah luar biasa berat. Masyarakat Bogor seperti tidak hendak dikecewakan lagi.
Walaupun tetap tidak ingin kecewa, terlihat sekali berdasarkan komentar-komentar yang ada pada komunitas-komunitas tersebut mereka berharap. Berharap kali ini, kenyamanan dan ketertiban di tempat tersebut bisa diwujudkan. Beberapa sepak terjang dari sang walikota yang dilantik tahun 2014 memang memberikan secercah harapan. Berbagai pembenahan pada berbagai bagian kota Bogor, berupa penataan taman, jalan dan lainnya telah membangkitkan asa.
Mereka berpandangan bahwa penertiban pedagang kaki lima di Pasar Anyar kali ini haruslah dipandang sebagai sebuah langkah awal, dan bukan penutup. Warga Bogor berharap tindakan seperti ini dilakukan secara konsisten dan terus menerus sehingga tidak ada ruang untuk ketidaktertiban kembali. Warga kota ini berharap bahwa apa yang dilakukan kali ini bukanlah hanya sebagai pencitraan saja tetapi harus menjadi sebuah landasan untuk menjadikan kota ini kembali menjadi kota Beriman (Bersih Indah dan Nyaman)
Dukungan moral yang harus bisa menjadi pendorong bagi sang walikota dan jajarannya untuk memenangkan perang di pasar yang bisa dianggap merupakan ikon kesemrawutan. Sesuatu yang tidak boleh disia-siakan.
Kalau kata orang bule mah. This is the war that they must not lose. Tidak boleh. Kali ini harus berhasil, bukan untuk Pencitraan, bukan untuk sekelompok orang , tetapi untuk kota ini sendiri. Sudah terlalu lama tempat ini menjadi ikon semrawutnya Kota Hujan ini. Kali ini, masyarakat berharap sang jawara tua bisa berhasil ditertibkan. Demi Bogor. Demi kita.