Polisi Cepek : Kadang Jengkel Kadang Butuh

Polisi Cepek. Pak Ogah. Bisa dibilang akan selalu terlihat kehadirannya di hampir setiap pertigaan atau pertemuan jalan di Bogor. Bahkan mereka juga mudah ditemukan di setiap U-turn atau tempat putar balik di jalan-jalan.

Saking banyaknya, mereka bisa dikata sebagai sebuah fenomena di Kota Hujan ini. Bahkan, pada tikungan yang sepi dari lalu lintas kendaraan pun, sering ditongkrongi oleh mereka.

“Mereka” dalam tanda kutip karena polisi cepek di jalan-jalan Kota Bogor jarang beroperasi sendirian. Kebanyakan berada dalam kelompok 2-3 orang, kadang lebih.

Biasanya ada yang bertugas menyetop kendaraan dan ada yang memberi aba-aba pada kendaraan yang hendak berbelok. Mereka juga sepertinya melakukan pembagian shift dimana pasangan yang pertama beristirahat dan yang lainnya bertugas.

Juga seperti ada pembagian wilayah kerja. Jarang satu kelompok bisa “bertugas” di dua tempat berbeda.

Menjengkelkan?

Kadang timbul rasa itu ketika mereka memasang badan untuk menghalangi kendaraan yang sedang melaju. Tidak jarang dilakukan secara mendadak sehingga mau tidak mau pedal rem harus ditekan secara tiba-tiba.

Belum lagi, cukup banyak dari mereka yang mendahulukan kendaraan yang hendak berbelok padahal antrian kendaraan dari arah lain sudah panjang. Kebiasaan yang timbul karena biasanya pengemudi yang hendak berbelok akan menyerahkan kepada mereka uang recehan.

Sesuatu yang mereka memang harapkan.

Belum lagi beberapa dari mereka kadang suka berkata kasar ketika tidak ada uang untuk diberikan. Juga ada yang bahkan membuka sebuah jalur atau U-turn yang tidak boleh dipergunakan untuk berbelok.

Dibutuhkan?

Polisi Cepek bogor
Jalan Soleh Iskandar, 2016

Dengan tabiat pengendara di kota hujan ini yang semakin hari semakin egois dan sangat tidak bertoleransi, kehadiran polisi cepek bisa membantu.

Apalagi dalam menghadapi para pengendara motor di Bogor yang sangat suka sradak sruduk dan tidak pernah mau mengalah. Berbelok kadang menjadi sebuah hal yang cukup membuat perasaan deg-deg-an.

Kebaikan para polisi cepek juga sering membantu para penyeberang jalan untuk melintas di jalur yang sangat ramai.

Kehadiran Polisi Cepek pun sering membantu meredam keegoisan pengendara dan mengatur arus lalu lintas. Salah satu contoh adalah di Pintu Perlintasan Kereta RE Martadinata yang terkenal sebagai salah satu “neraka” bagi pengendara.

Polisi Cepek Sebagai Cermin

Menjengkelkan. Ya terkadang. Dibutuhkan. Walau tidak terucap secara resmi, dari banyaknya pengendara yang bersedia memberikan uang kepada mereka menunjukkan bahwa peran mereka dimaklumi dan diterima oleh masyarakat pengendara.

Polisi cepek sudah dianggap bagian tidak resmi dari kehidupan di Kota Bogor.

Kalau sedikit diutak-atik, keberadaan mereka bisa mencerminkan beberapa hal, seperti

1) Sistem Penegakkan Hukum Tidak Berjalan Normal

Mengatur lalu lintas dimanapun adalah tugas polisi dan bukan warga sipil. Ada undang-undangnya tentang hal itu.

Hanya, entah karena alasan apa, sebagian peran tersebut seperti diambil alih oleh warga. Ok-lah bahwa peran yang dilaksanakan oleh kelompok “Pak Ogah” ini kecil tetapi tetap saja tidak ada payung hukum yang membawahi kehadiran mereka.

Dari sini terlihat adanya anomali, sesuatu yang tidak semestinya terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di kota ini.

2) Lapangan Kerja Tidak Mencukupi

Sudah pasti itu. Kalau lapangan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tersedia dalam jumlah yang memadai, tidaklah mereka mau berpanas-panasan untuk mengatur sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.

3) Pengendara Cenderung Egois

Polisi Cepek Bogor
Jalan Ciwaringin, 2016

Kalau para pengguna jalan bisa bertoleransi terhadap sesama, maka kehadiran para polisi lalu lintas “swasta” ini tidak diperlukan dan tidak akan dimaklumi.

Kenyataannya, berkendara di Bogor adalah bisa menjadi sesuatu yang bisa menimbulkan depresi atau stress. Tidak heran bahwa Bogor termasuk salah satu kota yang paling menyebalkan bagi pengendara versi Waze.

4) Bogor Punya Terlalu Banyak Pertigaan Dan U-Turn

Kita bercanda sedikit ya. Kehadiran para Pak Ogah ini juga dan melihat jumlahnya juga memperlihatkan bahwa Kota Bogor punya terlalu banyak pertigaan dan U-Turn alias tempat Putar Balik.

Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan pula. Bayangkan kalau dalam satu jalan sepanjang 6 kilometer ada lebih dari 10 U-turn. Berapa waktu yang terbuang karena sebagian jalan tertutup oleh mereka yang hendak memutar arah?

Sebuah faktor yang sering terlupakan sebagai penyebab kemacetan.

——-

Banyak yang memaki. Banyak pula yang bersyukur terhadap adanya Polisi Cepek atau Pak Ogah ini.

Tanpa melihat dari sisi benar atau salah, itulah realita kehidupan di jalan-jalan kota Bogor. Sebuah kota yang sedang bergerak dan berjuang menjadi kota modrn dengan segala kerumitannya.

Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Mau memandang dari sisi positif atau negatif, itu adalah pilihan kita.

Catatan :

  • Istilah Pak Ogah diambil dari tokoh dari sandiwara boneka di tahun 1980-an, yaitu si Unyil. Dalam sandiwara ini PakĀ  Ogah adalah seorang tokoh berkepala gundul alias botak yang selalu meminta “cepek (seratus)” kalau ditanya atau dimintai tolong
  • Istilah Polisi Cepek juga masih terkait dengan tokoh Pak Ogah, yaitu kebiasaan meminta uang cepek/seratus. Padahal sekarang uang cepek-an logam atau kertas sudah sangat jarang ditemui. Biasanya pengendara memberikan uang logam sekitar Rp. 500-1000 walau tidak jarang yang memberikan lebih.
Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.