Sungai Cipakancilan – Korban Perkembangan

Aliran air kecil mengalir di bawah jembatan besi di Jalan RE Martadinata Bogor. Di kedua sisinya terlihat tumpukan berbagai bentuk bangunan tinggal yang bahkan sebagian diantaranya seperti membendung dan membelokan aliran air. Itulah wajah Sungai Cipakancilan sekarang ini.

Wajah yang terus terang amat jauh berbeda dibandingkan rupanya di tahun 1980-an. Meskipun memang bukan sebuah sungai besar, tetapi lebar sungai ini terlihat jauh lebih sempit dibandingkan dahulu.

Riwayat Sungai Cipakancilan

sungai cipakancilan
Wajah Sungai Cipakancilan di Pondok Rumput

Sungai Cipakancilan berhulu di kawasan Empang di belakang Bogor Trade Mall. Sungai ini melalui melintasi beberepa tempat di Bogor seperti Jalan Kapten Muslihat (di bawah Jembatan Merah), Jalan RE Martadinata, Pondok Rumput, Kebon Pedes, Cilebut hingga bertemu dengan Sungai Ciliwung di Depok.

Nama sungai Cipakancilan sebenarnya rancu. Ci dalam kata Cipakancilan sendiri sebenarnya merupakan kependekan dari “Cai” dalam bahasa Sunda yang berarti sungai. Hanya karena lama kelamaan masyarakat terbiasa menuliskannya sekaligus maka akhirnya lebih dikenal dengan sebutan sungai Cipakancilan.

Tergantung versi mana yang mau anda percaya, riwayat sungai ini bisa menjadi sangat panjang atau agak sedikit pendek.

Versi panjangnya sungai ini sudah ada sejak masa Kerajaan Pajajaran. Hal ini berarti kira-kira 10-15 abad yang lalu. Seringpula hal tentang kerajaan itu dikaitkan dengan keberadaan Buaya Buntung di sungai ini.

Versi sedikit pendek, karena tetap saja kita harus menoleh ke 240 tahun yang lalu, adalah bahwa sungai ini dibuat pada tahun 1776. Sungai Cipakancilan disebutkan dibangun oleh seorang bernama Kanjeng Aria Natanegara (demang Kampoeng Baroe Bogor yang bermarkas di kawasan Empang masa itu).

Tujuan penggalian sungai ini adalah untuk mengairi beberapa daerah di Utara Bogor seperti Pondok Rumput, Kebon Pedes, Cilebut hingga bertemu dengan Sungai Ciliwung di Depok.

sungai cipakancilan
Aliran sungai cipakancilan di Kebon pedes

Hebatnya, bila teori sejarah ini yang dipakai, sungai ini dibuat tanpa bantuan tangan pemerintah Kolonial Belanda di masa itu. Kesemua pekerjaannya dilakukan oleh kaum pribumi. Sesuatu yang luar biasa mengingat tehnologi masa itu yang jauh dari kata modern.

Alirannya sempat menjadi tempat bermain dan penghidupan warga Bogor di masa lalu. Tidak jarang Gubernur Jenderal Belanda masa itu berjalan-jalan di sepanjang sungai, terutama dekat Jembatan Merah untuk melihat warga menangguk ikan yang hidup di sungai.

Wajah Sungai Cipakancilan masa kini

Perkembangan pesat kota Bogor dan terbatasnya lahan untuk tempat tinggal memaksa para penghuni kota ini memanfaatkan lahan apa saja yang tersedia.

Salah satu tempat yang menjadi sasaran adalah lahan di sepanjang sungai. Ketidakjelasan pemilik lahan membuat penguasaan tanah menjadi lebih mudah. Kalaupun jual beli terjadi harganya jauh dibawah nilai tanah di tengah kota Bogor.

Alhasil, dewasa ini wajah aliran sungai ini berubah drastis.

sungai cipakancilan
Perumahan kumuh di pinggir sungai Cipakancilan

Pada masa tahun 1970-1980-an, di sepanjang sungai terlihat rindang dengan pepohonan. Di masa sekarang hal tersebut tidak terlihat lagi. Pemandangan hijau pohon bambu dan lainnya digantikan oleh atap-atap genteng rumah tinggal.

Bahkan tidak jarang, terdapat rumah yang berdiri bak di tengah aliran sungai. Bangunan-bangunan tersebut memanfaatkan sedimentasi tanah pada sungai untuk mendirikan tempat tinggal.

Akibatnya terlihat sekali lebar sungai ini menjadi lebih sempit dibandingkan dulu. Tidak mengherankan pula semakin banyak kejadian ketika turun hujan lebat di kota Bogor, banyak daerah di sepanjang aliran sungai ini terendam banjir.

Lebih parahnya, mayoritas warga di kawasan Daerah Aliran Sungai ini tidak memperhatikan lingkungannya. Onggokan sampah terlihat di berbagai tempat di sepanjang Cipakancilan.

sungai cipakancilan
Sampah di sungai Cipakancilan

Terasa sekali bedanya.

Di tahun 1980-an, anak-anak masih sering memanfaatkan sungai ini sebagai arena bermain. Mereka “ngalun” (berenang mengikuti aliran air) dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan ban dalam mobil.

Pemandangan tersebut sudah sama sekali sirna dari sungai ini. Tentu saja, karena banyaknya onggokan sampah tidak lagi membuatnya layak dijadikan tempat bermain anak-anak.

Tersembul perasaan sedih melihat sungai yang pernah menghidupi banyak warga Bogor ini. Kondisinya sangat mengenaskan di berbagai titik.

Memang sulit untuk menahan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota. Seperti juga banyak kota di Indonesia, sungai adalah tempat yang akan selalu menjadi korban ketika lahan tidak lagi mencukupi.

Walaupun demikian, mungkin pemerintah dan warga Kota Bogor bisa melakukan sesuatu. Setidaknya untuk membuat sungai Cipakancilan menjadi lebih bersih dan tidak tampat jorok dan kotor seperti saat ini.

Mari Berbagi

6 thoughts on “Sungai Cipakancilan – Korban Perkembangan”

  1. Mohon Ijin menambahkan utk memperkaya wacana dan diskusi di sini.
    Menurut Naskah Wangsakerta (namun, sayangnya masih dianggap kontroversi, kesahihannya masih diragukan banyak orang) Hulu Sungai Cipakancilan sudah ada sejak paruh kedua abad ke-7, disebutkan bahwa ibukota kerajaan Sunda ada di hulu Sungai Cipakancilan, di mana ibukota kerajaan Sunda itu diapit oleh dua sungai yakni : Cisadane di sisi barat dan Ciliwung di sisi timur. Pendiri kerajaan Sunda (penerus Tarumanagara) adalah Prabu Tarusbawa yg berasal dari Sundapura / Sunda Sembawa (skitar Bekasi sekarang), menantu Raja Tarumanagara ke-12 (terakhir) – Prabu Linggawarman, lengkapnya Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi), itu pada tahun 669M sejajar dg berdirinya kerajaan Sriwijaya oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa , adik ipar Prabu Tarusbawa, sesama menantu Prabu Linggawarman).

    Reply
  2. Punten Kang Anton.
    Cipakancilan ada di jalan batutulis juga. Jadi hulunya bukan di daerah empang mestinya.

    Reply
  3. Hatur bagea kang.
    nambihan manawi kaango. yen nami Cipakancilan sudah ada dalam Naskah abad ke 13. hatu nuhun.

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.