[Terlewat!] Kesenian Genye – Gerakan Nyere

Terlewat. Memang benar-benar terlewat yang satu ini. Padahal, di depan mata saat itu kesempatan emas sudah datang untuk menceritakan tentang sebuah kesenian “baru” yang sempat membuat “heboh” sekitar 2 tahun lalu, namanya Kesenian Genye atau Kesenian Gerakan Nyere.

Padahal, salah satu bagian penting dari kesenian asal Purwakarta itu merupakan hal pertama yang saya lihat ketika mendatangi lokasi ajang CGM Bogor Street Festival. Saat itu pun mata sudah tertarik dengan sosok-sosok anak kecil berselimutkan lumpur. Hanya saja karena lokasinya dirasa kurang cocok dan juga saya berpikir ” Ah, nanti juga bisa melihat saat parade”, akhirnya diputuskan untuk mengambil foto.

Barulah belakangan, rasa sesal itu hadir karena ternyata sosok-sosok kecil “berselimutkan” lumpur itu akan sangat penting dan menarik untuk menceritakan apa itu Kesenian Genye.

Apa itu Kesenian Genye?

Kesenian Genye - Gerakan Sapu Nyere
Para Penari Kesenian Genye

Kesenian Gerakan Nyere adalah buah karya para seniman di daerah yang saat ini dikomandoi oleh Pak  Dedi Mulyadi.

Nama kesenian ini tercermin dari berbagai peralatan yang dibawa oleh para penarinya dan juga patung-patungnya. Semua terbuat dari nyere alias lidi. Tahukan “batang” daun nipah atau kelapa. Tidak heran semua benda yang dipergunakan terbuat dari berbagai bahan yang berasal dari alam, seperti satu nyere (lidi), tampah, ayakan, kukusan (aseupan), dan masih banyak lagi lainnya.

Kesenian Genye biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu seni musik, seni tari, dan seni rupa.

Seni musik diwakili oleh para pemusik yang mengiringi gerak dan tarian dari pada penarinya. Alat-alat yang dipergunakan pun merupakan alat musik tradisional, seperti bedug, dog-dog, timbalis, genjring, dan gong.

Seni tari diwakili oleh para gadis yang berpakaian dasar hitam dengan “rompi” kecoklatan. Di tangan mereka akan tergenggam sebatang sapu lidi. Selain itu kehadiran anak-anak yang seolah berlepotan lumpur juga merupakan bagian dari tarian itu sendiri.

Senu rupa diwakili kehadiran “patung” yang terbentuk dari berbagai peralatan tradisional, termasuk diantaranya sapu lidi.

(Nah, yang membuat kesal adalah karena parade sudah terlalu malam, saya tidak bisa memotret kehadiran anak-anak berlumpur dan juga patung berjalan dengan sempurna. Yang bisa dipotret hanyalah para penarinya saja. Entah kemana itu anak-anak karena sama sekali tidak terlihat kehadirannya di kala itu)

Filosofi Kesenian Genye

Kesenian Gerakan Sapu Nyere sendiri bukanlah hanya berisi tarian-tarian saja. Sama halnya dengan berbagai kesenian asli Indonesia, di dalamnya akan terdapat filosofi yang sifatnya mendidik.

Inti filosofinya terletak pada sapu nyere dan berbagai peralatan tradisional yang dipergunakan sebagai alat.

  • sapu nyere = lidi adalah alat yang umum dipergunakan untuk bersih-bersih dan menyingkirkan sampah. Bagian yang ini memiliki filosofi bahwa manusia harus berusaha untuk terus “bebersih” (bersih-bersih) dalam kehidupan, baik raga maupun hatinya. Setiap manusia harus bisa menyingkirkan rasa iri, dengki, dan berbagai hal buruk lainnya
  • ayakan / saringan : di masa lalu, ayakan tradisional terbuat dari bambu atau bahan alam lainnya. Filosofi dari penggunaan ayakan dalam kesenian genye adalah agar manusia harus selalu berusaha menyaring apa yang hendak diucapkannya. Jangan sampai kata-kata kotor dan merusak keluar, semuanya harus “disaring” dulu.
  • aseupan/kukusan : menunjukkan ke-Esa-an Allah
  • Lidi pun dulu kerap dipergunakan oleh orangtua saat memarahi anaknya. Mereka biasanya akan “memukulkan” lidi kepada anaknya agar mereka tahu akan kesalahannya

Kesenian Genye - Gerakan Nyere

Banyak sekali filosofi bagus yang terkandung dalam kesenian asal Purwakarta ini. Para seniman penciptanya ingin mengingatkan manusia bagaimana seharusnya hidup itu dilakukan dan dijalani dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah kesenian.

Itulah pula mengapa bahwa banyak seniman Pruwakarta yang merasa sangat tersinggung di tahun 2016 ketika sebuah akun twitter kelompok @Manhajusholihin mengatakan

“Innalillahi, Coba jawab dg hati bersih? Ini budaya apa yang diusung raja jurig @DediMulyadi71? Budaya iblis & Syetan!”
(Sumber : Kompas)

Padahal, inti dan filosofi dari kesenian Genye itu jauh sekali dari hal itu. Meskipun, setiap orang boleh berbeda pandang, tetapi apa yang dituduhkan oleh kelompok itu tetaplah sesuatu yang patut disayangkan. Tuduhan seperti itu hanya menunjukkan bahwa yang mengatakan sama sekali tidak memahami filosofi yang hendak disampaikan oleh para seniman pencipta kesenian ini.

Kesenian Genye - Gerakan Nyere 2Sayang sekali.

Maksudnya, itu ungkapan rasa sesal saya karena sampai melewatkan sesuatu yang “penting”. Seharusnya, saya harus ingat patokan standar saat berburu cerita dan foto di jalan, yaitu “Foto dulu, berpikir kemudian”. Dan, kali ini, saya mengabaikan prinsip itu.

Walaupun ada hiburan sedikit dengan wajah-wajah penarinya, tetapi tetap saja, rasa kesal itu masih ada. Bahkan saat menulis artikel ini.

Mudah-mudahan saja tahun depan, ada kesempatan untuk melihat lagi Kesenian Genye di ajang yang sama.

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.