Empang , Tak Berair Dan Tak Ber-ikan

Dimana ada Empang yang tidak ada air dan ikannya ? Bisakah Anda menjawabnya?

Jawabnya di Bogor.

Memang, hampir pasti kalau kata tersebut terdengar di telinga, maka yang terbayang adalah sebuah tempat membudidayakan ikan. Bentuknya persegi. Berisi air yang sering kecoklatan atau kehijauan karena lumut. Tentu saja, dengan ikan yang berkeliaran.

Tetapi, di Bogor tidak selalu demikian. Bahkan, kalau kata ini terdengar maka gambaran yang muncul mungkin justru orang-orang dengan hidung mancung dan wajah ke-Arab-Araban.

Mengapa bisa demikian? Karena Empang di Bogor akan selalu diasosiasikan dengan nama sebuah kawasan/kelurahan di Bogor Selatan. Lokasinya tepat di belakang Bogor Trade Mall.

Untuk mengenal Empang ala Bogor yang tanpa air dan ikan ini, saya akan bawa Anda sejenak berkunjung ke kawasan tersebut dalam tulisan dan gambar.

Sejarah Kawasan Empang Bogor

Kawasan Empang Di Bogor
Pemandangan Kawasan Empang di dekat alun-alun

Ada dua teori sejarah penting bagi Kota Bogor yang terkait dengan kawasan ini :

Teori Alun-Alun Empang merupakan Benteng Kerajaan Pakuan Pajajaran

Abraham Van Riebeeck adalah pencetus teori bahwa di alun-alun, dimana Pohon Beringin Tua berada merupakan lokasi dimana benteng Kerajaan dari Pakuan Pajajaran,

Baca juga : Pohon Beringin Tua Di Alun-Alun Empang

Van Riebeeck adalah seorang pedagang yang bergabung dengan VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) sebelum kemudian menjadi Gubernur Jenderal Belanda antara tahun 1709-1713.

Berdasarkan teorinya disini pernah terjadi pertempuran antara Kerajaan Pajajaran (Hindu) dengan Kesultanan Banten (Islam). Hasilnya, Pajajran runtuh. Ini adalah era di sekitar tahun 1579.

Bisa dilihat pula bahwa hasil dari kekalahan ini adalah dirampasnya Batu Gigilang di situs Prasasti Batu Tulis.

Baca juga : Prasasti Batu Tulis – Jejak Pajajaran

Inilah sejarah pertama terkait dengan pentingnya kawasan ini dalam sejarah Bogor.

Asal-usul nama Kawasan Empang

Kawasan Empang Bogor
Pemandangan Jalan di Tanjakan Empang Dari Mall BTM

Kawasan ini tidak serta merta mendapatkan namanya sejak pertama kali berada.

Sudah biasa atau lazim dimanapun, sebuah tempat akan mendapatkan nama dari sesuatu hal yang dianggap penting atau umum di masanya.

Lokasi ini dahulunya, di abad ke-18 bernama Kampoeng Soekaati (Sukahati).

Namnya baru berubah setelah De Buitenzorg (cikal bakal Istana Bogor) dibangun pada tahun 1745.

(Untuk kisah selengkapnya tentang Istana Bogor, silakan baca : Istana Bogor – kisah Sebuah Perjalanan)

Seiring dengan perkembangan Buitenzorg menjadi pusat pemerintahan di Hindia Belanda, Bupati Bogor, Demang Ariawinata mengajukan pemindahan pusat pemerintahannya ke dekat Istana Bogor.

Lokasi yang dipilihnya adalah yang sekarang menjadi seperti yang dikenal saat ini.

Setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda, Demang Ariawinata pun mendiami kawasan ini.

Nah, di depan pendopo dimana ia menjalankan pemerintahan wilayahnya, Demang Ariawinata membuat sebuah “kolam ikan”, dalam bahasa lain sebuah “empang”.

Sejak itulah, nama kawasan ini pun dikenal sebagai Kawasan Empang dan sekarang merupakan sebuah Kelurahan di Kota Bogor.

Penduduk Bogor Keturunan Timur Tengah

Kawasan Empang Bogor
Aliran Sungai Cisadane di Kawasan Empang

Memang betul, ketika nama kawasan ini disebutkan, tidak jarang warga Bogor akan langsung membayangkan wajah warga negara Indonesia keturunan Timur Tengah.

Bahkan ada istilah “Arab Empang” di kalangan warga Bpgpr. Hal tersebut bukan bernada rasis tetapi memang menggambarkan mayoritas warga Bogor yang tinggal di kawasan tersebut.

Awal mulanya adalah ketika Pemerintah Hindia Belanda menerapkan wijkenstelsel alias zona pemukiman berdasarkan etnis.

Warga berkebangsaan Eropa menempati daerah berkasta tertinggi yaitu di sekitar De Grote Post Weg dekat De Witte Paal (Taman Air Mancur sekarang). Etnis Cina akan menempati sekitar Jalan Suryakencana hingga sebelum turunan/tanjakan ke Kawasan Empang.

Nah, masyarakat keturunan etnis Timur Tengah hanya diperbolehkan membangun di sekitar kawasan Empang.

Kesemua ini diberlakukan untuk mempermudah pengontrolan terhadap berbagai etnis . Selain itu, juga untuk mencegah interaksi antar etnis yang dianggap berbahaya.

Oleh karena itu lah, hingga kini, masih terlihat sisa-sisa masa lalu dalam bentuk wajah-wajah warga Bogor dengan karakter Timur Tengah.

Begitu juga ada peninggalan-peninggalan budaya dan tata cara yang berbau Arab disini. Banyak sekali nama-nama warga disini yang mencerminkan pengaruh dari budaya tersebut.

——-

Kawasan Empang Bogor
Tanjakan Empang

Nah, itulah sebuah EMPANG tak berair dan tak ber-ikan. Tentu sebenarnya tidak tepat benar “tidak berair” karena sebenarnya kawasan ini dialiri oleh Sungai Cisadane.

Silakan baca : Bendung Cisadane Empang – 1 1/2 Abad Mengabdi

Ada sungai berarti ada air dan biasanya di dalam sungai ada ikannya. Apalagi, banyak penjual bibit ikan berlokasi di sepanjang tanjakan menuju Jalan Juanda/Kebun Raya. Jadi tidak benar-benar tanpa air dan ikan.

Kawasan ini sekarang tentu tidak lagi seperti masa-masa dahulu. Tempat ini sudah menjadi sebuah kawasan padat penduduk dengan tidak ada lagi dinding pemisah antar etnis.

Pendoponya sudah tidak ada lagi. Begitu pula sisa-sisa peninggalan masa Pajajaran. Yang masih tersisa hanya Bendung Cisadane saja dan sebuah Beringin Tua.

Terdapat beberapa tempat di kawasan ini yang juga memiliki nilai sejarah dan daya tarik tersendiri. Hanya, tempat-tempat tersebut akan diceritakan dalam tulisan terpisah.

Kawasan Empang Bogor
Jembatan Kereta Api Kawasan Empang

Jadi, kalau Anda berkunjung ke Bogor dan mendengar kata tersebut, janganlah langsung mengasosiasikan dengan kolam ikan.

Bayangkan saja sebuah kawasan seperti pada foto pertama dalam tulisan ini.

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.