Kehadirannya memang bukan sebagai peran utama dalam perhelatan Bogor CGM Street Festival atau dikenal dengan Cap Go Meh Bogor, tetapi setiap kali Bonge Saleor tampil, hampir pasti akan menarik perhatian pengunjung.
Banyak penonton yang mendecakkan lidah karena kagum melihat atraksi yang satu ini. Salah satunya mungkin karena mereka tidak membayangkan benda yang biasa ada di meja makan bisa dibentuk menjadi sebuah atraksi yang menarik.
Apa itu Bonge Saleor?
Bonge Saleor adalah sebuah bentuk kesenian yang lahir dari hasil pemikiran seniman Sunda di Bogor, Ade Suarsa. Ia mendapatkan ide ini ketika diajak untuk ikut dalam ajang Bogor CGM tahun 2017 yang lalu.
Ia memadukan unsur dua budaya, yaitu Sunda dan Tionghoa dalam hasil karyanya. Unsur Sunda diwakili dengan kehadiran “boboko” atau bakul nasi yang dulu sering dipergunakan dan nuansa Tionghoa karena bentuk hasil karyanya menyerupai “liong” yang panjang.
Nama ‘Bonge” sendiri tidak akan ditemukan di kamus bahasa Sunda manapun karena sebenarnya merupakan singkatan dari dua kata “Boboko Ngentep” yang artinya bakul bertumpuk.
Tumpukan bakul nasi tersebut biasanya dipergunakan untuk membentuk bagian kepala dan ekor, sedangkan bagian tengah terbuat dari kain warna-warni.
Bagian wajahnya sendiri membentuk tampilan muka hewan (kadang saya berpikir seperti belut atau lele raksasa dengan taring)
Sepanjang acara parade jalanan itu, si bonge saleor bukan hanya sekedar berjalan. Ia akan berlenggak lenggok kesana kemari mengikuti irama musik. Mirip sekali dengan tarian Liong.
Untuk bisa menari dengan lincah, bonge saleor yang memiliki panjang 9 meter ini digerakkan oleh 3 orang. Masing-masing berada di posisi bagian kepala, badan, dan ekor.
Liong ala Bogor ini meliak-liuk sesuai dengan gerakan operatornya karena dihubungkan dengan sebilah bambu yang berada di bagian perut/dada penggeraknya.
Sebuah karya yang menarik. Niatan pembuatnya, yang ingin ikut andil mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, tercermin pada hasil karyanya ini.
Meski tidak secara resmi dikatakan, tetapi sulit dihindarkan unsur budaya Sunda dan Tionghoa ada tercermin di dalamnya.
Paling tidak itu kata saya yang sudah beberapa kali melihat penampilan Bonge Saleor di ajang CGM. Oleh karena itulah, saya menyebutnya dengan Liong Sunda karena itulah kesan yang tertangkap saat melihatnya.