Laskar Karung : Butuh Orang Berkemauan Khusus Untuk Menjadi Bagiannya

]Laskar Karung. Harus diakui istilahnya sendiri memang unik dan mudah diingat, tetapi tidak keren. Tidak salah kalau banyak orang akan langsung mengasosiasikannya dengan pergi kemana-mana membawa karung, yang dalam bentuk apapun tidak mencerminkan kekerenan, sesuatu yang sangat diinginkan banyak orang.

Kenyataannya, memang begitu. Seorang member laskar karung tidak akan mengenakan jaket almamater yang berwarna-warni keren sebagai simbol identitas. Kebanyakan anggotanya akan mengenakan pakaian apa adanya saja.

Juga, tidak akan mewakili sebuah ide atau konsep yang disukai atau akrab dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

(Imajinasi saja), kalau saja ribuan mahasiswa yang dengan gagah beraninya turun ke jalan menuntut pembatalan UU KPK dan RKUHP mau menjadi bagian dari laskar karung, ada banyak kebaikan riil yang bisa dinikmati banyak orang.

Bukan hanya tidak akan ada hampir 300 orang terluka, tidak akan ada gardu tol terbakar, tidak akan ada gangguan terhadap masyarakat yang beraktivitas, tetapi juga akan ada ratusan atau bahkan ribuan meter sungai yang lebih bersih.

Tetapi, sangat bisa dimengerti bahwa becek-becekan, kotor-kotoran, basah-basahan, dianggap bukanlah hal yang layak bagi para cendekia muda jaman sekarang. Mereka butuh masalah yang lebih “penting” dan krusial untuk mengaktualisasikan diri mereka.

Laskar Karung : Laskar relawan pembersih sungai Ciliwung

Laskar Karung - Butuh Orang Berkemauan Khusus Untuk Bergabung 2

Laskar Karung sendiri, sebenarnya bukanlah juga nama sebuah organisasi, BEM UI atau BEM UGM yang memang mentereng karena berlatar belakang beberapa universitas negeri impian ratusan ribu orang.

Istilah ini mengacu pada sebuah kelompok yang “cair” dimana keanggotaannya tidak tetap. Silih berganti dan berubah sesuai dengan situasi, keadaan, dan kesadaran serta niat saja.

Tidak ada pemimpin, selain beberapa rekan sesama laskar yang mencoba memberikan arahan dan panduan. Tidak ada pembagian tugas tetap.

Dan, yang jelas tidak ada reward atau penghargaan, selain kepuasan di dalam hati ketika sebuah tugas selesai.

Heran? Tetapi, memang begitulah kenyataan di lapangan.

Istilah ini, pertama kali saya dengar adalah dari Instagram Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) yang merupakan bentukan dari 2 orang pemancing, Hapsoro dan Hari Yanto yang prihatin terhadap kondisi sungai Ciliwung yang kotor dan penuh sampah.

Kedua kata ini mengacu pada para relawan, baik yang tergabung dalam komunitas tersebut atau tidak, yang mau meluangkan waktu dan tenaga untuk turun ke Kali Ciliwung. Tentunya, bergabung dalam usaha membuat sungai yang berhulu di Jakarta ini bersih dari berbagai jenis sampah.

Kata karung di belakang kata laskar memang mencerminkan kenyataan di lapangan. Para relawan ini akan akrab dengan karung yang dipergunakan untuk menampung sampah yang kemudian akan diangkut oleh Dinas Kebersihan Kota Bogor ke tempat yang seharusnya.

Laskar Karung - Butuh Orang Berkemauan Khusus Untuk Bergabung 3

Tidak perlu isi formulir apapun, tidak akan ada kartu anggota untuk bergabung dalam salah satu kegiatannya.

Tidak perlu juga seragam khusus, selain mungkin sarung tangan dan sepatu bot, kalau memang punya.

Tidak perlu terlalu banyak koordinasi karena biasanya pemberitahuan dimana para laskar karung harus berkumpul sudah disebarkan lewat akun @tjiliwoeng. Tidak perlu konfirmasi kalau mau datang, tetapi kalau memang mau juga tidak apa-apa sekali bertanya tentang arah dan jalan ke lokasi.

Setiap hari Sabtu, itu saja kesamaannya yang sudah dilakukan sejak hampir 10 tahun dan menjadi agenda rutin para laskar karung.

Cukup bawa sedikit minuman dan makanan kalau mau karena tidak ada panitia atau kontributor yang mau menyediakan.

Dan, yang pasti, harus mau membawa segudang kemauan dan niat untuk menjadikan bumi ini sedikit lebih bersih.

Itu saja yang diperlukan.

Tidak semua orang bisa menjadi Laskar Karung

Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi bagian dari laskar karung.

Tetapi, kenyataan mengatakan ternyata tidak semua bisa menjadi bagian dari laskar ini.

Bukan karena dipersulit oleh para senior. Tidak juga karena tingkat kesulitan yang dikerjakannya. Sangat tidak butuh keahlian khusus untuk melakukan tugas seorang laskar karung.

Turun ke sungai sambil tetap berhati-hati, ambil sampah yang terlihat, masukkan ke dalam karung. Setelah penuh, bawa sendiri atau bekerjasama dengan teman, atau kalau tidak bisa minta bantuan yang lain untuk mengangkutnya ke tempat pengumpulan.

Hanya itu saja. Tidak perlu gelar akademis dan pengetahuan tinggi. Anak SMP saja bisa, seperti yang terbukti beberapa waktu lalu, anak-anak SMP Al Izhar , Pondok Labu ternyata mampu melakukannya dengan sangat baik. Sebaik yang bisa dilakukan seorang profesor dalam hal ini.

Sayangnya, kenyataannya, menunjukkan bahwa tidak semua orang “bisa” menjadi laskar karung.

Ternyata butuh sesuatu yang spesial.

Sesuatu yang spesial itu bernama niat dan kemampuan.

Seorang laskar karung akan jauh dari sorotan. Masyarakat Indonesia di masa kini, masih sangat kurang peduli terhadap yang namanya isu lingkungan. Kebanyakan lebih tertarik dalam kehebohan atau sesuatu yang membuat mereka bisa muncul dan tampil.

Padahal, hal itu tidak bisa diberikan oleh laskar karung.

Tempat kerja para laskar karung kotor, becek, berlumpur. Jauh dari yang namanya kenyamanan. Belum lagi ditambah dengan sengatan sinar matahari dan bau sampah.

Pekerjaannya juga tidak keren dan pasti bukan impian banyak orang. Mirip dengan kerja pemulung atau tukang sampah. Tidak ada karir dan harapan disorot media. Jarang-jarang media mau meliput apa yang mereka lakukan, kecuali ketika para pejabat ikut turun.

Jauh dari keglamoran.

Tidak menarik dari sudut pandang banyak orang dan tidak menjanjikan apa-apa.

Laskar Karung - Butuh Orang Berkemauan Khusus Untuk Bergabung 5

Itulah mengapa ternyata banyak orang tidak bisa menjadi laskar karung.

Butuh sesuatu yang khusus dalam diri seseorang untuk menjadi bagian di dalamnya. Dan, tidak semua orang punya itu.

Namanya,

  1. kesadaran bahwa lingkungan itu harus dijaga dan dibersihkan
  2. Kesadaran bahwa sampah yang berada di aliran sungai bisa menimbulkan bahaya di kemudian hari
  3. Kesadaran, bahwa lingkungan yang nyaman dan bersih akan nyaman untuk ditinggali bersama
  4. Kesadaran, bahwa sampah yang bertebaran bukan pada tempatnya berkontribusi terhadap perubahan iklim
  5. Kesadaran, untuk meninggalkan kepada generasi penerus sesuatu yang lebih baik dari yang ada masa kini

Dan, kemauan untuk mencoba memberikan solusi atas masalah yang ada di hadapan mata tanpa pamrih, bahkan untuk sekedar menjadi topik berita.

Ternyata, tidak semua punya hal “khusus” ini, terutama kemauan untuk berubah.

Mungkin, karena itulah saya berimajinasi, bahwa kaum terpelajar seperti mahasiswa pendemo, yang tentunya tahu semua teorinya tentang hal ini, mau mengalihkan sedikit perhatian mereka dari keglamoran dunia politik ke hal lain.

Ada banyak hal penting lain di Indonesia yang butuh perhatian mereka, selain hal-hal berbau politik. Sungai, danau, laut, dan lingkungan Indonesia butuh pemikiran cemerlang, pengetahuan, dan tenaga mereka untuk dibersihkan.

Cuma maukah?

Karena terkadang hal itu berarti mereka harus mau menjadi laskar karung untuk menjadi contoh, tidak beda dengan yang mereka lakukan di jalanan depan gedung DPR.

Melepas jaket almamater, melepas kerennya menjadi pendemo, melepas atribut universitas. Kemudian, berkotor-kotoran ria ala laskar karung.

Entahlah.

Laskar Karung - Butuh Orang Berkemauan Khusus Untuk Bergabung 6Mungkin, saya harus meneruskan imajinasi saya lagi saja. Membayangkan, kalau saja ribuan mahasiswa yang berdemo itu mau memanggul karung dan bergabung, pastinya jumlah karung sampah yang terkumpul akan ribuan.

Yang artinya, sungai Ciliwung akan bisa lebih cepat bersih dan nyaman bagi semua orang.

Mari Berbagi

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.